Bertamasya Ke Alam Ide

Latest

Ucapan Duka Dari Prof. JM Otto, Institute van Vollenhoven, Nederland 2/9/2013

Dear Sulis, dear Manunggal,

Thank you for informing us about Bapak Soetandyo’s passing away. Please accept my heartfelt condolences, also on behalf of all colleagues at the Van Vollenhoven Institute. I have known him for more than 25 years and I am grateful that we have met many times both in Indonesia and in Leiden.  It was Daniel Lev who introduced us.  I have always been deeply impressed by Pak Tandyo. He embodied so many positive human capacities: his warm friendliness, his relentless idealism, his sharp mind,  his continuous commitment, his engagement with others irrespective of age or social position, his gentle piousness, the broadness of his concern with justice.  The social-legal community in Indonesia has lost one of its great pioneers.

We will all miss him dearly, but more than that we will remember him as a wonderful  human being, and we remain inspired by him and his work.

May he rest in peace.

With warm regards,

Jan Michiel Otto

MOCHTAR KUSUMAATMADJA : MANUSIA YANG PERNAH SAYA KENAL DAN PEMIKIRANNYA


[1]

 Oleh:

Soetandyo Wignjosoebroto

Makalah dalam format MS-Word dapat diunduh di sini

 

Belum lama berselang,  saya memperoleh undangan  untuk ikut mengajar (lagi) ilmu hukum di Program Pascasarjana Universitas Airlangga.  Mataajaran yang ditawarkan kepada saya ialah ihwal “Hukum dan Masyarakat”.   Adapun yang mewadahi mataajaran ini ialah suatu program studi yang dinamakan “Program Studi Hukum dan Pembangunan”.  Lama saya tak mengajar di Program Magister Ilmu Hukum Universitas Airlangga, dan sayapun menjadi tak dapat menyembunyikan keheranan saya bahwa walau rezim Orde Baru sudah cukup lama berlalu tetapi “ideologi dan strategi pembangunannya di segala bidang” masih juga tersisa melekat di program kajian ilmu hukum. Read the rest of this page »

HUKUM YANG TAK KUNJUNG TEGAK: APA YANG SALAH DENGAN KERJA PENEGAKAN HUKUM DI NEGERI INI?


Diterbitkan sebagai Bab Pendahuluan dalam buku Dialektika Pembaruan Sistem Hukum Indonesia  (Jakarta: Komisi Yudisial Republik Indonesia, 2012)

Oleh:

Soetandyo Wignjosoebroto

Artikel dalam format MS-Word dapat diunduh di sini

Hukum tak kunjung tegak.  Mengapa?  Mengapa tak juga kunjung tegak?  Apa gerangan yang harus didakwa sebagai biang penyebabnya?  Mengapa di negeri jiran itu hukum dapat tegak , sedangkan di negeri sendiri tidak demikian halnya.  Tak pelak lagi, karena tegaknya hukum itu merupakan sesuatu yang sine qua non bagi kelestarian kehdupan yang tertib dan yang karna itu juga membahagiakan, maka upaya harus dilakukan untuk menemukan solusi.  Tak pelak pula, langkah yang secara keilmuan terbilang strategis dan yang secara politis terbilang taktis harus segera diambil?

Mengambil langkah penyelesaian, suatu kerja pendahuluan mestilah dikerjakan.  Pertama-tama, upaya yang harus didahulukan adalah upaya untuk mengidentifikasi objek yang hendak diposisikan sebagai sasaran studi dan penggarapan, ialah ‘hukum nasional’ yang harus bisa ditegakkan dan tegak kembali itu.  Kalaupun orang tak hendak mendefinisikan ‘hukum nasional’ itu tak sebatas ‘hukum undang-undang bentukan badan legislatif semata’ tetaplah akan diketahui nanti bahwa wilayah konseptual yang tercakup dalam pengertian dan permasalahan ‘hukum nasional’ ini tak hanya akan meliputi sahihnya teks-teks perundang-undangan saja, akan tetapi juga akan masuk ke wilayah konteks-konteksnya.        Read the rest of this page »

POSITIVISME : LOGIKA SAINTISME UNTUK ILMU SOSIAL DAN ILMU HUKUM

 

Sebuah risalah ringkas,

dimaksudkan sebagai rujukan ceramah dan diskusi

tentang

“Logika Filsafat Positivisme Dalam Pembangunan Epistemologi Hukum”

dalam rangka ‘Kongres Ilmu Hukum’

diselenggarakan di Universitas Diponegoro

9-20 Oktober 2012

 

Soetandyo Wignjosoebroto

Download Makalah dalam Format MS-Word dapat diunduh di sini

 

            Saintisme adalah suatu paham (isme) falsafati yang meyakini kebenaran pernyataan bahwa pengetahuan manusia yang benar itu hanya dapat diperoleh melalui suatu metode – satu-satunya metode! – yang disebut metode sains.  Inilah metode yang harus digunakan tatkala orang melakukan pencarian (searching and researching) guna menemukan pengetahuan baru bersaranakan rasio dan sekaligus indra manusia.  Menurut paham ini, pengetahuan manusia itu baru boleh disebut benar (‘benar’ dalam arti true, danbukan right) apabila memenuhi dua syarat pembuktian ; ialah masuk akal dan terdeteksi serta teridentifikasi secara indrawi.  Yang masuk akal harus dibuktikan sebagai true knowledge berdasarkan  hasil pengamatan dan pengukuranyang indrawi, sedangkan yang teramati secara indrawi harus bisa disimpulkan sebagai sesuatu yang ‘benar’ berdasarkan  prosedur logika. Read the rest of this page »

Pidato Sambutan Pada Penerimaan Yap Thiam Hien Award di Jakarta, 14 Desember 2011

Soetandyo Wignjosoebroto

Hadirin yang saya muliakan,

Assalamu’alaikum wa alaikuna warahmatullah ta’ala wabarakatuh,

Salam sejahtera untuk Anda sekalian, semoga kita yang hadir dalam pertemuan hari ini selalu berada dalam lindungan Allah yang Maha Pemurah dan Maha Pengasih,

Pertama-tama ijinkanlah saya memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT atas karunianya, mengizinkan saya dalam ujung-ujung akhir kisah hidup saya masih diberikan olehNYA suatu kenikmatan, boleh berjumpa dengan kaum muda yang bersedia menggolongkan saya ke dalam golongan mereka, ialah golongan yang tak kunjung henti mengupayakan termajukannya dan terlindunginya hak-hak asasi manusia, khususnya hak-hak asasi mereka yang warga sebangsa dan setanah air yang belum beruntung. Dalam hubungan ini sayapun tak boleh lupa untuk mengucapkan beribu-ribu terimakasih kepada para sejawat, sahabat dan kerabat yang dengan pertimbangan-pertimbangannya yang tak sekali-kali saya dugakan telah membilangkan saya ke dalam golongan human right defenders dan/atau human right educators di negeri ini dan memberikan suatu tanda penghargaan kepada saya.

Read the rest of this page »

Reorientasi Gerakan Bantuan Hukum

A Keynote Speech

PADA ACARA PELANTIKAN KETUA YLBHI (2011-2015)

 Download MS Word

Soetandyo Wignjosoebroto

27 Januari 2012

YLBHI Jakarta

Kita kini hidup dalam suatu zaman yang penuh dengan perubahan dan pergolakan, dan pada gilirannya pergolakan-pergolakan telah merupakan manifestasi datangnya berbagai  anomali secara nyata.  Itukah anomali  yang memaksa setiap insan, yang merasa terpanggil untuk ikut berpartisipasi dan berkomitmen untuk menemukan solusi, untuk melakukan berbagai reorientasi, agar pada gilirannya dapat menemukan paradigma baru yang lebih fungsional dalam sistem kehidupan.  Dalam situasi perubahan yang sarat dengan kekisruhan-kekisruhan yang serba acak, orang memang akan mudah kehilangan arah ke mana gerangan harus melangkah.  Di sinilah bermulanya kesadaran untuk berorientasi untuk membuat assesmen apa sebenarnya yang tengah terjadi.

Pada pergolakan awal abad industrialisasi di negeri-negeri Barat, kegalauan orang di sana untuk menjawab tantangan jaman baru telah mengundang pemikiran yang nyata-nyata lebih berorientasi ke pencarian posisi pemikiran yang lebih humanis daripada yang meneruskan orientasinya ke alam Illahi.  Zaman nabi dan rasul telah lama berakhir, dan pada masa itu para biarawan dan ulama sudah sulit menjawab tantangan jaman, sekalipun ilmu hermeunetika telah dikembangkan untuk membuat tafsir-tafsir baru untuk merelevansikan petunjuk yang termuat di kitab-kitab untuk kepentingan jaman yang telah cepat berubah.  Read the rest of this page »

Permasalahan Etika Dalam Hukum: Sejauh Mana Keefektifannya Untuk Menegakkan Ketentuan-Ketentuan Perundang-undangan?

Download MS-Word

Soetandyo Wignjosoebroto

 

Manusia adalah makhluk yang demi kelestarian hidupnya – menurut imperativa kodratinya – tak dapat lain daripada hidup dalam suatu kolektia yang berketeraturan. Dikatakan dalam bahasa asing yang klasik, bahwa manusia adalah zoon politicon. Sekalipun manusia bukan satu-satunya makhluk yang bisa digolongkan sebagai zoon politicon., akan tetapi berbeda dengan makhluk zoon politicon lain yang hewani, manusia harus menata kehidupannya sendiri atas dasar karya ciptanya sendiri yang kultural, a contrario bukan yang natural. Daripenjelasan inilah datangnya kepahaman mengapa keteraturan hidup dalam kehidupan manusia itu amat digantungkan dari standar-standar perilaku yang diciptakan sendiri oleh manusia, entah secara sepihak oleh tokoh penguasanya, entah lewat kesepakatan oleh para warga dan/atau para wakilnya.

Lama sebelum datangnya kehidupan bernegara bangsa yang modern, standar-standar perilaku itu tertampakkan sebagai pola-pola pengalaman yang diikuti bersama oleh manusia sekoletiva sebagai kebiasaan atau tatacra yang praktis. Inilah yang (pertama-tama!) oleh Sumner disebut folkways. Manakala pada masanya nanti standar yang dinamakan foklways ini tidak Cuma dinilai praktis, melainkan juga sudah dipandang sebagai sesuatu yangt normatif  — dan yang oleh karena itu ‘sudah harus diikuti tanpa reserve karena hakikatnya sebagai sesuatu yang bersubstantifkan kebaikan bagi kehidupan bersama’ – maka standar perilaku seperti iyu (juga menurut Sumner) sudah mesti digolongkan ke dalam bidang mores aatu ‘moral sosial’. Moral sosial inilah yang apabila telah berhasil disosialisasikan, dan kemudian daripada itu terinternalisasi untuk mernjadi keyakinan individual, akan dikenali dengan sebutan etika. Read the rest of this page »

Tentang Kajian “Hukum dan Masyarakat” : Sebuah Pengenalan

  Download MS-Word

Soetandyo Wignjosoebroto

          ‘Hukum Dalam Masyarakat’ yang di dalam kepustakaan berbahasa Inggris diistilahi ‘Law in Society’, dan yang di dalam kurikulum berbagai program studi hukum di Indonesia sejak tahun 1980an secara salah kaprah diistilahi Sosiologi Hukum,  adalah salah satu cabang kajian tentang hukum sebagaimana adanya di dalam masyarakat.  Sebagian khlayak akademisi menggolongkan kajaian ini sebagai kajian hukum yang diperluas ufuknya, sebagian lagi hendak membilangkan cabang kajian ini ke dalam keluarga ilmu pengetahuan sosial (IPS)..  Apapun juga nomenklaturnya, kajian ini adalah suatu cabang kajian, yang seperti cabang kajian tentang kehidupan bermasyarakat manusia pada umumnya, berperhatian kepada upaya-upaya manusia menegakkan dan mensejahterakan diri lewat kehidupan yang tertib dan terkontrol.

          Mempunyai perhatian yang lebih khusus, yang sedikit-banyak membedakan diri dari kajian ilmu hukum yang klasik, tetapi juga membedakan diri dari cabang kajian ilmu-ilmu sosial yang lain, kajian ‘hukum dalam masyarakat’ ini hendak berfokus pada masalah otoritas dan kontrol yang memungkinkan kehidupan kolektif manusia itu selalu berada dalam keadaan yang relatif tertib dan berketeraturan.  Kekuatan kontrol dan otoritas pemerintah sebagai pengemban kekuasaan negara yang mendasari kontrol itulah yang disebut ‘hukum’ atau tepatnya diseyogyakan untuk disebut agak lengkap dengan istilah ‘hukum undang-undang nasional’..  Maka, dalam hubungan ini tidaklah keliru kalau Black mendefinisikan hukum sebagai government’s social control.[1]

          Dalam kehidupan masyarakat pra-modern, tatkala kehidupan itu masih berada pada skalanya dan formatnya yang lokal, homogen dan eksklusif – yang oleh  sebab itu lebih cocok untuk diistilahi ‘komunitas’ (community) daripada ‘masyarakat’ (society) atau ‘masyarakat negara’ (political state) — apa yang disebut ‘hukum’ ini umumnya tidak tertulis dan eksis sebagai asas-asas umum di dalam ingatan warga komunitas, dirawat secara turun temurun sebagai tradisi yang dipercaya berasal dari nenek-moyang.  Inilah yang disebut tradisi atau moral kehidupan suatu komunitas, yang di dalam kajian sosiologi hukum sering juga disebut juga ‘hukum rakyat’, dan yang didalam ilmu hukum disebut ‘hukum kebiasaan’ atau ‘hukum adat’.[2]

          Dalam perkembangan kehidupan yang lebih mutakhir, tatkala kehidupan bernegara bangsa menggantikan kehidupan-kehidupan lokal yang berskala kecil dan eksklusif, apa yang disebut hukum itu mulai menampakkan wujudnya yang tertulis.  Inilah yang disebut hukum undang-undang, yang ditulis dalam rumusan-rumusan yang lebih eksak, dibentuk atau dibuat melalui prosedur tertentu, dan terstruktur atau terlembagakan sebagai sarana kontrol yang nyata-nyata formal sifatnya, yang oleh sebab itu akan ditunjang oleh otoritas kekuasaan negara yang berkewenangan untuk mendayagunakan sanksi.

Read the rest of this page »

Memahami Budaya: Pentingnya Bagi Pekerja HAM

Download MS-Word 

Soetandyo Wignjosoebroto

 

            Setiap pekerja HAM – entah yang penyuluh entah yang penegak – akan diniscayakan bekerja dengan perhatiannya yang ganda: pertama perhatiannya yang penuh kepada teks dan doktrin HAM yang diterima sebagai ajaran yang berlaku universal, namun pada saat yang bersamaan iapun juga harus  mencurahkan perhatiannya yang penuh pada kondisi sosial dan kultural yang partikular sifatnya.  HAM — berikut doktrin yang menjadi dasar ajarannya — jelas kalau tak hanya eksis di ruang hampa, melainkan juga mesti dilaksanakan di suatu ruang dan tempat tertentu yang tak selamanya bersesuai dengan apa yang dideklarasikan sebagai HAM.  Apabila orang bisa mengklaim bahwa teks-teks legal HAM itu berlaku universal, namun konteks-konteks tempat nilai dan norma HAM direalisasi selalu berprakondisi sosial dan kultural yang particular.

Banyak pelatihan yang diselenggarakan untuk meningkatkan kualitas pekerja HAM dengan hasil yang baik.   Namun, acapkali matadiskusi dalam kurikulum pelatihan itu lebih berkenaan dengan aturan-aturan hukum berikut doktrin-doktrinnya yang in abstracto, yang normatif sifatnya dan dengan begitu juga out of context, dan lebih jauh dari itu juga yang didasari keyakinan asumptif bahwa HAM itu bersifat universal.  Keyakinan bahwa HAM bersifat universal memang tidak keliru, sepanjang universalitas HAM itu “ditaruh” pada konsep asumtifnya yang abstrak.  Tetapi, kontroversi mengenai universalitas HAM ini mulai terjadi tatkala orang mencoba hendak menjabarkan “konsep HAM yang ideal dan mengawang di langit biru” ini ke “konsepnya yang lebih aktual dan membumi” sebagaimana tertampakkan dalam perilaku para individu wargamasyarakat  yang bersanksikan kultural dalam kehidupan mereka sehari-hari .   Persoalan konsep mengenai “hak warga yang asasi untuk hidup aman dan sejahtera” dapatlah dipaparkan berikut ini sebagai contoh.

Read the rest of this page »

Globalisasi, Pluralisme, Dan Hak-Hak Manusia Yang asasi Dalam Kehidupan Sosial dan Budaya

 Download MS-Word *)

Soetandyo Wigjosoebroto

 

Para pengkaji hukum dari generasi pasca-kolonial menemukan dirinya dalam suatu kenyataan bahwa di dalam kehidupan bernegara bangsa pasca-kolonial ini, kecuali ada apa yang disebut ‘hukum formal’ alias ‘hukum negara’, berlaku pula – sekalipun di ranah informal – apa yang disebut ‘hukum rakyat’.  Bagaikan mengulang kembali sejarah Eropa, hadirnya cita-cita membangun negara nasional telah dengan segera disusuli tuntutan-tuntutan untuk membangun suatu sistem hukum nasional yang tunggal, yang dipercaya akan dapat diefektifkan guna merealisasi integrasi kehidupan baru pada arasnya yang nasional. Unifikasi hukum lewat legislasi dan  kodifikasi, tanpa ayal segera diprogramkan dan dicoba dilaksanakan.  Di negeri-negeri bekas daerah jajahan bangsa-bangsa Eropa, upaya membangun negara bangsa dengan hukum nasionalnya yang tunggal ini nyata sekali kalau bersejajar, iring-mengiring, dengan berbagai usaha pembangunan, yang berhakikat sebagai upaya modernisasi untuk “mengejar ketertinggalan”[1]

Read the rest of this page »